Belajar Komunikasi Produktif dengan Pasangan
6 tahun kulewati hari- hari indah bersama kekasih. Dan memiliki pasangan hidup yang seumuran itu “sesuatu banget” apalagi selama 9 tahun silam kami pernah menjalani masa belajar bersama dalam 1 kelas. Di bangku SD aku yang cerewet dan dia pendiam berubah di masa SLTA dia yang eksis banyak digunjingi siswi-siswi dan aku yang kalem nan cuek. Pernikahan kami yang banyak mengejutkan teman-teman dan orang sekitar sontak banyak menuai kesan, decakan kagum dan cibiran negatif dari orang-orang sekitar kami. Mampukah kami saling melengkapi, saling memahami dan bergandengan tangan sejalan meraih tujuan bersama? ( mengingat dulu kami pernah merasa gagal berkomunikasi produktif saat menjalankan OSIS).
Rumah
tangga itu ibarat perjalanan bahtera di lautan yang luas, dimana medannya
selalu berubah ubah, terkadang angin berhembus dengan tenang menciptakan laju yang
menentramkan, terkadang pula badai menghadang mengombang-ambingkan
penumpangnya. Dalam kondisi apapun nahkoda dan awak kapal harus fokus dengan perannya masing-masing. Dan demi
tercapainya tujuan bersama awak kapal harus taat mengikuti instruksi nahkoda.
Maka
dari itu keharmonisan rumah tangga tidak bisa di ukur dari perbedaan usia
pasangan. Apakah suami yang lebih tua dari istrinya akan lebih baik atau pasangan yang seumuran akan lebih mudah saling
mengerti dan sebaliknya istri yang lebih tua akan banyak menuntut pada
suaminya. Namun, keharmonisan rumah tangga itu tercipta dari adanya komunikasi
yang baik antar pasangan.
Dan
hingga saat ini saya dan suami masih belajar berkomunikasi yang baik.
Contoh
kasusnya, beberapa hari belakangan ini saya punya ganjalan hati terhadap suami.
6 tahun bersamanya sedikit tahu pola komunikasi yang biasa kami pakai sampai
mendapat solusi. Dilihat dari Frame of Reference dan Frame of Experience kami yang berbeda sekali maka saya
harus lebih bersabar untuk mendapatkan solusi dan hasil yang terbaik atas
masalah yang kami hadapi.
Di saat saya sudah mampu mengutarakan
persoalan dengan etika yang sesuai maka selanjutnya adalah memasrahkan pada
Allah swt, agar diberikan jalan yang terbaik bagi kami. Alhamdulillah hari ke
hari suami pun dapat menunjukan
perbaikan sikap dan lambat laun Allah berikan petunjuk yang semakin jelas
memberikan jawaban atas ganjalan hati saya yang selalu bertanya “ Apakah yang
dipilih suami adalah suatu kebaikan atau sebaliknya”.
Dibawah
ini adalah materi kelas Bunda Sayang di Institut Ibu Profesional mengenai
Komunikasi Produktif denga pasangan.
*_KOMUNIKASI DENGAN PASANGAN_*
Ketika berkomunikasi dengan orang dewasa lain, maka awali dengan
kesadaran bahwa “aku dan kamu” adalah 2 individu yang berbeda dan terima hal
itu.
Pasangan kita dilahirkaan oleh ayah ibu yang berbeda dengan
kita, tumbuh dan berkembang pada lingkungan yang berbeda, belajar pada kelas
yang berbeda, mengalami hal-hal yang berbeda dan banyak lagi hal lainnya.
Maka sangat boleh jadi pasangan kita memiliki *_Frame of
Reference (FoR)_* dan *_Frame of Experience (FoE)_* yang berbeda dengan kita.
FoR adalah cara pandang, keyakinan, konsep dan tatanilai yang
dianut seseorang. Bisa berasal dari pendidikan ortu, bukubacaan, pergaulan,
indoktrinasi dll.
FoE adalah serangkaian kejadian yang dialami seseorang, yang
dapat membangun emosi dan sikap mental seseorang.
FoE dan FoR mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu
pesan/informasi yang datang kepadanya.
Jadi jika pasangan memiliki pendapat dan pandangan yang berbeda
atas sesuatu, ya tidak apa-apa, karena FoE dan FoR nya memang berbeda.
Komunikasi dilakukan untuk *MEMBAGIKAN* yang kutahu kepadamu,
sudut pandangku agar kau mengerti, dan demikian pula SEBALIKnya.
*_Komunikasi yang baik akan membentuk FoE/FoR ku dan FoE/FoR mu
==> FoE/FoR KITA_*
Sehingga ketika datang informasi akan dipahami secara sama
antara kita dan pasangan kita, ketika kita menyampaikan sesuatu, pasangan akan
menerima pesan kita itu seperti yang kita inginkan.
Komunikasi menjadi bermasalah ketika menjadi *MEMAKSAKAN*
pendapatku kepadamu, harus kau pakai sudut pandangku dan singkirkan sudut
pandangmu.
Pada diri seseorang ada komponen NALAR dan EMOSI; *_bila Nalar
panjang - Emosi kecil; bila Nalar pendek - Emosi tinggi_*
Komunikasi antara 2 orang dewasa berpijak pada Nalar.
Komunikasi yang sarat dengan aspek emosi terjadi pada anak-anak atau orang yang sudah tua.
Komunikasi yang sarat dengan aspek emosi terjadi pada anak-anak atau orang yang sudah tua.
Maka bila Anda dan pasangan masih masuk kategori Dewasa --sudah
bukan anak-anak dan belum tua sekali-- maka selayaknya mengedepankan Nalar
daripada emosi, dasarkan pada fakta/data dan untuk problem solving.
Bila Emosi anda dan pasangan sedang tinggi, jeda sejenak,
redakan dulu ==> agar Nalar anda dan pasangan bisa berfungsi kembali dengan
baik.
Ketika Emosi berada di puncak amarah (artinya Nalar berada di
titik terendahnya) sesungguhnya TIDAK ADA komunikasi disana, tidak ada sesuatu
yang dibagikan; yang ada hanya suara yang bersahut-sahutan, saling tindih
berebut benar.
Ada beberapa kaidah yang dapat membantu meningkatkan efektivitas
dan produktivitas komunikasi Anda dan pasangan:
1. *Kaidah 2C: Clear and Clarify*
Susunlah pesan yang ingin Anda sampaikan dengan kalimat yang
jelas (clear) sehingga mudah dipahami pasangan. Gunakan bahasa yang baik dan
nyaman bagi kedua belah pihak.
Berikan kesempatan kepada pasangan untuk bertanya,
mengklarifikasi (clarify) bila ada hal-hal yang tidak dipahaminya.
2. *Choose the Right Time*
Pilihlah waktu dan suasana yang nyaman untuk menyampaikan pesan.
Anda yang paling tahu tentang hal ini. Meski demikian tidak ada salahnya
bertanya kepada pasangan waktu yang nyaman baginya berkomunikasi dengan anda,
suasana yang diinginkannya, dll.
3. *Kaidah 7-38-55*
Albert Mehrabian menyampaikan bahwa pada komunikasi yang terkait
dengan perasaan dan sikap (feeling and attitude) aspek verbal (kata-kata) itu
hanya 7% memberikan dampak pada hasil komunikasi.
Komponen yang lebih besar mempengaruhi hasil komunikasi adalah
intonasi suara (38%) dan bahasa tubuh (55%).
Anda tentu sudah paham mengenai hal ini. Bila pasangan anda
mengatakan "Aku jujur. Sumpah berani mati!" namun matanya
kesana-kemari tak berani menatap Anda, nada bicaranya mengambang maka pesan apa
yang Anda tangkap? Kata-kata atau bahasa tubuh dan intonasi yang lebih Anda
percayai?
Nah, demikian pula pasangan dalam menilai pesan yang Anda
sampaikan, mereka akan menilai kesesuaian kata-kata, intonasi dan bahasa tubuh
Anda.
4. *Intensity of Eye Contact*
Pepatah mengatakan _mata adalah jendela hati_
Pada saat berkomunikasi tataplah mata pasangan dengan lembut,
itu akan memberikan kesan bahwa Anda terbuka, jujur, tak ada yang ditutupi.
Disisi lain, dengan menatap matanya Anda juga dapat mengetahui apakah pasangan
jujur, mengatakan apa adanya dan tak menutupi sesuatu apapun.
5. *Kaidah: I'm responsible for my communication results*
Hasil dari komunikasi adalah tanggung jawab komunikator, si
pemberi pesan.
Jika si penerima pesan tidak paham atau salah memahami, jangan
salahkan ia, cari cara yang lain dan gunakan bahasa yang dipahaminya.
0 komentar:
Posting Komentar