Himmah Fikriyani

Bertepi sejenak untuk menyegarkan pikiran

Bila Cinta Ku Serahkan pada Sang Penggenggm Cinta

Malam itu kutuliskan curahan isi hati, kepasrahan hati untuk tidak terpaut pada lelaki siapapun dia, ingin menjemput jodoh siapapun yang ditunjuk Allah sebagai imamku. Menempelnya noda merah jambu dalam dada ini harus kuakhiri malam itu juga! tidak ingin lagi berharap apalagi menunggu, karena ku yakin itu hanyalah godaan syeitan terkutuk. Aku ingin menghabiskan sisa umurku dengan diawali niat yang suci. Aku ikhlas-seikhlasnya dengan pilihan yang Allah takdirkan. Setelah kutulis berlembar- lembar curhatanku pada Sang Penggenggam cinta d imalam itu kemudian  hati ini menjadi ploong dan tenang.
Keesokan harinya aku begitu damai dan bersemangat menjalankan aktifitas, juga merasa siap dan mantap menjemput jodoh. Pada akhirnya bisa juga lidah ini mengutarakan hasrat baik pada orang- orang sekitar yang kuanggap pantas untuk dimintai bantuan, yaitu agar dicarikan jodoh terbaik untukku. Ada beberapa nama lelaki yang disodorkan oleh guru senior padaku. “ Passs bangeet bu, Ini bu Ema siapa tau cocok, ada duda anaknya sekolah di sini, udah bertahun- tahun dia sendiri dan tidak mau nikah lagi katanya.. tapi pas lihat bu Ema berbaur dengan anak- anak murid, rasa ingin menikah itu muncul kembali, dan dia ingin bu Ema yang mendampingi anak- anaknnya” Cerita sang senior menggebu- gebu tentang seorang wali murid di SDIT tempat aku mengajar. ‘ Masa sih pak, nti saya istikhorohkan dulu ya pak…”.
 Seribu rasa berkecamuk dalam dada antara senang, geEr, bimbang, pesimis dan sebagainya. Karena diawal niatku untuk menikah adalah lillahi ta’ala dan siap menerima dengan siapapun yang datang, maka tentu tak ada alasan untuk aku menolak permintaan itu. Tapi aku pun terlebih dahulu harus mengantongi izin keluarga khususnya ibuku. Dan ternyata tanggapan terkuat dari keluargaku adalah “ Ema harus bersabar… masih banyak pemuda yang pantas untuk Ema, sabar dulu yaa…”, baiklah… dan obrolan tentang sang wali murid pun selesai.
Selang beberapa minggu berikutnya, aku dipanggil oleh senior yang lainnya. “ Em, ada ikhwan yang mau sama kamu, kira- kira kamu mau gak yaa… ( dengan ekspresi wajah senyum- senyum kecil ). Saya jadi grogi dan menebak- nebak nama ikhwan yang dimaksud, siapakah gerangaaan, siapa diaaa, perjaka ataukan dudaaa. Daan jreng-jreeng… “Rahmatullah Ubay ma, gimana??”, “ Eh Iya pak, nti saya istikhoroh dulu ya pak…”. Tiba –tiba dunia serta merta berubah menjadi bunga-bunga indah dan sejuta rasapun menjadi satu seperti pada nama ikhwan sebelumnya tapi rasa yang mendominasi kini adalah bunga- bunga ditaman syurga, indah harum semerbak… Gusti Allah Engkau yang langsung memberikannya padaku, di saat hati ini telah kembali ke titik 0. Hanya meminta yang terbaik dari Mu.
Dengan semangat pejuang 45 kuarahkan motorku menuju pulang. Tetehku lah yang pertama kali ku ceritakan perihal info penting ini. Dan sambil tersipu malu aku memulai percakapan “ Teh, tau gak, tadi Ema dipanggil pak Luti dan dia bilang rahmat minta Ema, hehee”, Tetehku hanya senyum- senyum saja melihat tingkahku, “ Ooowh gitu yaa, berati bener omongannya waktu itu..”, “ Hah omongan apa teh?, tanyaku penasaran, berusaha keras mengingat- ingat hal penting, tapi... tak tertebak aah..
Sejak sms terakhirnya beberapa minggu lalu kami tidak pernah berkomunikasi lagi. Seingatku, waktu itu tiba-tiba dia sms sekedar tanya kabar dan diakhiri dengan meminta izin untuk meneleponku. Tapi aku menolak untuk menerima permintaannya karena memang pada saat itu tidak ada hal penting yang mesti diobrolkan. Jawabanku hanya "kalo ada hal yang perlu disampaikan dengan menelpon silahkan telpon saja teteh saya, biar dia yang menyampaikannya ke saya".



..........................................................................................Bersambung  



Saya hanya bisa merenung memperhatikan barisan kata-kata dalam tulisan tentang “Kunci suksesnya melatih kemandirian anak” dalam buku Bunda sayang, salah satunya adalah Teladan, jlebb bangeet. “ Mulailah dari diri kita sendiri. Karena jangan berharap orang lain untuk berubah tanpa kita berubah terlebih dahulu. Orang tua adalah teladan anak- anak, dimana setiap tindakan kita akan ditiru oleh mereka. Maka, jangan harap anak kita akan mandiri jika kita masih sering mengeluh tidak bisa kemana- mana karena tidak ada kendaraan. Mengharap anak dapat berani, tetapi kita masih sangat bergantung pada suami kita untuk menghantarkan kita ke pasar sementara kita dianugerahi kaki yang sehat dan lengkap dan siap diajak kemana saja kapanpun kita mau. Jadi, siapkah anda melatih anak anda mandiri? Jangan berani, sebelum anda sendiri menjadi teladan individu yang mandiri! Let’s be independent! ( bunda sayang, 2013).
Sungguh tantangan besar dalam melatih kemandirian anak saat ini adalah diriku sendiri sebagai ibu teladan mereka. Saya sangat belum mandiri. Belum mandiri karena masih ada pengharapan bantuan suami yang selalu ada di sekitar rumah saat jam kerja. Dan saya bukan seorang yang gesit dengan menggendong bayi dan menggandeng Syifa 3th saat bepergian. Pada kondisi ini saya harus berdamai dengan keadaan selama suami masih bisa membantu. Semoga Allah menuntun dan berikan kemudahan kita dalam membimbing, melatih kemandirian anak.
Di hari pertama tantangan melatih kemandirian anak ini, saya lebih menekankan pada diri sendiri yang harus memperbaiki sikap agar bisa menjadi contoh anak- anak, diantaranya:  berhasil beli air galon sendiri ( diantar ke rumah oleh penjual) dan membeli gas lalu membopongnya sampai ke rumah. Dengan demikian saya tidak perlu menyita waktu suami yang seharusnya fokus bekerja.
Papan reward/ bintang sudah ditempel di kamar dari kemarin untuk menyemangati Ghaida (5th, 8 bulan) dan Syifa (3th) dalam membiasakan kemandirian selama 1 minggu lalu di evalusi dan dilanjutkan. Diantaranya:
1.       Bisa mandi sendiri
2.       Menyiapkan kebutuhan sekolah sendiri ( Ghaida)
3.       Bisa pakai baju sendiri
4.       Bisa membuat susu sendiri
5.       Bisa makan sendiri (Ghaida, Syifa dan Hakim)
6.       Mencuci piring sendiri
7.       Mencuci baju sendiri
8.       Berhasil menjalankan tugas sebagai putri sampah ( Ghaida) dan putri Bantal (Syifa)
Dan ternyata reward bintang ini sangat efektif untuk Ghaida tetapi Syifa masih kurang efektif. Dan untuk makan sendiri diungguli oleh Hakim dengan makan terbanyak tidak disuapi, alhamdulillah.


#Harike1



Aliran Rasa Damai

Allahumaghfirlahum, warhamhum, wa ‘afihim, wa’fu anhum…. Do’aku panjatkan untuk Ibu mertua tercinta yang telah mendahului menghadap ilahi. Kepergian beliau yang begitu indah telah menyadarkan akan hakikat hidup ini. Hidup untuk mendapat ridho Allah semata dengan berjuang dijalanNYa.
Tepatnya tanggal 12 Ramadhan 1437H/ 16 Juni 2016 Hari kamis malam Jum’at, dengan badan sehat ibu melaksanakan shalat tarawih di masjid yang diakhiri dengan mendengarkan kultum yang disampaikan oleh suamiku, dengan berbisik ke kawan sebelah beliau berkata “Alhamdulillah itu anakku sekarang sudah bisa berdiri di depan orang banyak untuk berdakwah”. Itulah malam terakhir ibu berjamaah di masjid.
 Seusai sholat beliau tiba-tiba merasakan sakit badan dan menyuruh saudara untuk mengeroknya. Tapi sakit tak kunjung reda bahkan tambah sakit dan langsung dibawa ke rumah sakit oleh Teteh dan suaminya diikuti mobil Bapak dibelakangnya dan adik yang hendak pergi ke mall serta merta mengarahkan mobilnya menuju rumah sakit sambil menelepon adik dan 2 kakak yang rumahnya di Cikande dan Bogor mengabarkan keadaan ibu. Beberapa menit berkumpulah keluarga besar dirumah sakit menyaksikan kepergian ibu yang sangat tidak tertuga. 
Ibu mertuaku yang amat memperhatikan kebutuhan anak-anaknya, tak pernah absen di dapur menjelang waktu makan tiba, yang rajin mengingatkan anak- anaknya bila tiba waktu sholat, yang selalu mengingatkan saya untuk shalat dan makan sambil mengambil bayi dari pangkuanku agar saya khusuk dalam beribadah. Beliau adalah sosok bunda cekatan.
Kepergian ibu begitu indah (insya Allah khusnul khotimah, amiin) sangat menggetarkan hatiku, mengagetkan lamunanku tentang angan-angan dan canda gurau dunia. Ternyata hidup hanya sebentar ya buu… adapun jika  kita berusia panjang, tentunya kebahagiaan kita tak terlepas dari kehadiran keluarga terlebih anak-anak, kita hanya butuh kesholehan anak, dan itulah buah manis hasil didikan kita sebagai orang tua. Yah, jihadnya ibu adalah di dalam rumah. Ibu mertuakan telah membuktikannya.
 Kepergian ibu mertua telah menuntunku untuk berpikir positif dalam menghadapi masalah. Kini kupanjatkan Syukur Alhamdulillah dapat bergabung menjadi mahasiswi Institut Ibu Profesional (IIP) pada saat aku merasa berada pada kehidupan baru (baru menyadari keberadaanku saat ini sebagai mujahidah di rumah) dan membutuhkan banyak dukungan untuk menjadi lebih baik. Institut ini banyak memberikanku solusi dan menuntunku untuk menjadi ibu profesional.
Di IIP saya mendapatkan kata-kata indah yaitu “Berdamai dengan keadaan” baik itu keadaan masa lalu diri dan suami, keadaan masa kini tentang rejeki harta, 3 anak dan  keadaan yang di hadapan mata yaitu tingkah anak-anak dan kondisi rumah yang tak bisa lama rapi. Kata- kata indah ini yang membuatku menjadi lebih mudah dalam berkomunikasi produktif pada diri sendiri, dengan suami dan anak-anak.
Berdamai dengan keadaan menciptakan pikiran positif. Pikiran positif menuangkan komunikasi positif. Dan komunikasi positif menghasilkan komunikasi produktif.  Luar biasa syukur Alhamdulillah di awal kelas Bunda sayang ada tantangan 10 hari berkomunikasi produktif. Teknis nice game ini adalah 10 hari berturut-turut menceritakan tentang perubahan komunikasi menjadi komunikasi produktif yang dituangakan melalui tulisan. Adanya tugas ini tanpa disadari menuntunku lebih waspada dalam berucap dan berperilaku yang bisa menyebabkan komunikasi tidak produktif.
Semoga ke depannya keluargaku lebih baik lagi dalam berkomunikasi produktif. Karena komunikasi produktif menjadi kunci pintu kebersamaan (sakinah ma waddah) keluarga menggapai impian (mendapat rahmah/ kasih sayang Allah). Sampai akhirnya Allah memudahkan jalan kami menuju SyurgaNYa dan dapat berkumpul bersama ibu mertua, Bapakku sendiri dan keluarga besarku semuanya. Amiin ya robbal ‘alamiin


    Syifa Berani Minum Obat

 Malam ini Syifa tidak nyenyak tidurnya. Berkali- kali terbangun gusar meminta minum. Suhu tubuhnya tinggi dan badan menggigil. Saya pesimis duluan untuk membujuknya  meminum obat, dan hanya mampu berikhtiar dengan membaluri minyak bubut, mengompres dan memberikan minum semoga lekas sembuh. 
      Sangat tidak tega  melihat Syifa yang gusar dalam tidurnya. Akhirnya kucoba menawarkan obat penurun panas tablet yang sudah dihancurkan dalam sendok. Bismillah, bismilah, harus bisa membujuknya dengan komunikasi yang baik" bisikku dalam hati. 
   Selesai mengantarkan Syifa ke kamar mandi, langsung saya ajak dia ke dapur sambil menggendongnya. " Syifa sholihah, anak pintar minum obat yaa sayang.... biar Allah kasih tidur nyeyak ke Syifa." jurus pembuka mengalir juga dari mulutku. " gak mau... gak mau" jawab Syifa sambil meronta minta turun hendak melarikan diri. " tenang ya sayang ( sambil kubetulkan posisi gendongannya dan duduk untuk mensukseskan negosiasi). dan akhirnya dengan belaian lembut, intonasi suara tenang, dan tanganku bisa bertahan untuk tidak memencet hidung Syifa siap memaksakan obat masuk dalam mulutnya. Biidznillah Syifapun mau membuka mulut dan mau menelan obat pahit dan langsung minum air banyak. 
     Alhamdulillah akhirnya syifa berhasil minum obat. pujian dan rasa syukurpu terpanjatkan, memuji Syifa karena keberaniannya mencoba hal yang tidak diinginkannya.
Allah yang menyembuhkan dan Kita harus terus berikhtiar untuk penyembuhannya.  

Tantangan ke – 9 “ Komunikasi produktif Bunda Sayang
Kegiatan Menjelang Tidur
Kegiatan malam menjelang tidur anak- anak sedang  tidak teratur . Terkadang membacakan buku kisah teladan, murojaah, mengaji al- Qur’an atau langsung tidur dengan sendirinya.
Malam itu Syifa tidur duluan, Akim dan Ghaida masih terjaga di kamar. Ingin rasanya mengajak tidur mereka agar pekerjaan malamku bisa terselesaikan. Tapi melihat aktifitas Ghaida saat itu yang sedang keluar moodnya membaca al- Qur’an, akhirnya kubiarkan saja mereka tidur sampai rasa kantuk datang sendiri.  Surat Annaba berlanjut surat- surat di bawahnya dengan lantang dibacakannya.
Setelah selesai mengaji Ghaida berkata “ Umi, umi… nanti kalau kakak sudah punya anak, anaknya rajin mengaji kayak kakak sekarang senang bangeet yaa… nanti kakaknya di syurga bisa dipakein mahkota, kayak umi dan Abi karena kakaknya rajin mengaji. Subhanallah…. Kata- kata yang tak pernah terbayangkan itu keluar dari anak usia 5 tahun. “Amin, amin ya robbal alamiin… iya Kakak, kakaknya yang semangat, rajin baca Al- Qur’annya yaa” tanggapanku spontan sangat berharap itu terjadi.
Saya ingin aktifitas jelang tidur anak- anak selalu berisi kegiatan positif. Maka komunikasi produktif harus diterapkan saat mendampinginya. Saya masih belum baik dan ingin terus belajar dalam berkomunikasi. Menjaga emosi diri tetap stabil demi membersamai malam anak atau mendiamkannya asyik bermain selama itu kegiatan positif adalah pilihan terbaik yang menurut saya. Dan paling malam tidur mereka adalah pukul 22.00 wib.


     Di saat saya tengah memikirkan keponakan yang bersikeras ingin pindah dari pondok pesantren, suami malah bercerita “ Mi, nanti home Schoolingnya 1 tahun aja yaa untuk pemantapan saja”, saya terkejut mendengarnya. “ Lhoh, kenapa bi…? Kok bisa abi punya pemikiran kayak gitu, eh…” kata- kata pun sengaja tidak saya lanjutkan karena memang informasi seputar home schooling belum sepenuhnya diserap suami, karena mungkin saya yang kurang bisa menyampaikan, tapi memang harus kita buktikan setidaknya 1 tahun.
     “ Tadi pagi Ghaida bilang, kalo Ghaida kangen di rumah yang dulu karena banyak teman bermainnya, tidak seperti sekarang main hanya di rumah saja, ada teman paling saudara. Di TPQ hanya punya teman 1 orang”. Ternyata suami khawatir akan bersosialisasi Ghaida dengan teman sebayanya. Semoga Allah membimbing kami dalam mendampingi Ghiada selama 1 tahun kedepan.
    Sayapun terus merenungi ucapan suami sampai akhirnya mata tertuju pada Ghaida yang sedang bermain berbie. Astaghfirullahal adziim… ternyata belakang ini saya kurang membersamai Ghaida dalam bermain. Langsung sya menghampiri dan bermbaur turut bermain sampai tiba menit yang tepat untuk menanyakan cerita dari suami. “ Kakak lagi kangen rumah yang dulu yaa.. ?”, “ iya mi… di sana enak banyak temen main”. “Tapi beberapa kali umi perhatikan, walaupun mereka banyak tapi jarang ngajak main Kakak, umi jadinya sedih kak, kalau kakak gak diajak main oleh teman- teman Kakak waktu di rumah dulu, Kakak sekarang walau temannya sedikit, tapi di rumah Umi akan selalu temani kakak bermain, oke?!  “  ujarku menghibur, “ iya juga siih mi…”. kalau gitu sekarang Kakak gak akan sedih lagi lagi dech…”,
     Ya Allah mampukanlah kami dalam membersamai anak- anak. Jika Home Schooling adalah pilihan terbaik untuk Ghaida, maka mudahkanlah bagi kami untuk menjalaninya. Amiin.


Komunikasi Produktif yang digunakan saat percakapan itu adalah “ menghibur Ghaida di saat yang tepat”. Karena sebelumnya saya suka langsung to the poin tanpa melihat situasinya.

Maafkanlah Saya, karena baru memulai KM nol

Keberadaanku hari ini, besok dan seterusnya akan menentukan akhir dari hidupku. Saat ijab kabul di jawab “sah” dan do’a pengantin riuh dipanjatkan oleh tamu undangan walimatul ursy 6 tahun yang lalu, saat itulah kehadiranku hanyalah atas ridho suami.
Di awal pengantin baru, kami  disibukan dengan aktifitas masing-masing. Suami bekerja 24 jam mengurusi jualan kayunya, dan saya pergi mengajar ke SDIT jam 6 pagi, pulang sampai rumah jam 4 sore, terkadang sampai menjelang magrib. Sampai akhirnya jelang kelahiran Ghaida tepat 1 tahun pernikahan, saya memutuskan untuk resign dari mengajar di SDIT, ingin sepenuhnya bisa melayani suami yang tempat kerjanya dekat dari rumah dan ingin menjadi guru bagi nak- anakku.
Kesibukanku mengurusi rumah tangga ternyata tidak membuat saya menikmati sepenuhnya peran mulia tersebut. Rasa bosan, jenuh dan capek mulai menghinggapi di awal kelahiran Ghaida, sampai akhirnya saya merasa butuh eksistensi di halayak ramai sebagai pengganti hiburan.
Online Shop yang menyeru pada  go green menjadi pilihan aktifitas berikutnya sambil mengasuh anak jualan terus berjalan. Misi positif berjualan saat itu adalah ingin banyak berbagi dengan sesama dari hasil usaha sendiri.
Hari ke hari, bulan berlalu dan tahun tak terasa sudah berganti 4 hitungan ( sampai Ghaida punya 2 adik).  Sebenarnya suami beberapa kali menyatakan kasihan melihatku yang seolah tidak ada istirahatnya mengurusi anak-anak dan domestik lainnya, dan memintaku untuk berhenti berjualan. Tapi permintaan itu selalu menghasilkan kekecewaan baginya dan sayapun terus melanjutkan olsho yang berlogo “ Partner Keluarga Bijak”.
Sampai tiba waktunya saya tidak bisa berpikir panjang untuk melanjutkan jualanku dan fokus urus domestik dan pendidikan anak- anak. Moment itu terjadi pada hari yang tidak pernah di persiapkan bahkan menduga. Tanggal 16 bulan 06 tahun 2016 tepat pada usia pernikahanku 6 tahun di tanggal 6 bula 06 tahun 2010, ibu mertuaku pergi meninggalkan kami untuk selamanya. Figur “seorang ibu cekatan mengurusi kebutuhan fisik keluarga” yang selalu kuamati karena rumah kami berdekatan kini harus dapat kuaplikasikan.
Delapan bulan kepergian ibu,  berarti sudah 8 bulan pula saya memasuki kehidupan babak baru. Kepergian ibu yang terkesan mendadak. Saat itu sepulang sholat tarawih dimasjid, selepas mendengarkan kultum tarawih suami, ibu merasa tidak enak badan, dan akhirnya memutuskan di bawa ke rumah sakit, tak lama kemudian ibu pergi untuk selamanya. seperti ada pukulan berat menghantam jiwa raga yang membuat saya tersadarkan akan hakikat hidup ini.
Sama seperti ibu, kini saya pun menjadi ibu. Sama seperti ibu yang setia melayani bapak, saya pun harus stia  melayani keperluan suami. Sama seperti ibu yang cekatan dalam mengurusi keperluan keluarga sampai akhir hidupnya, dan saya pun harus berusaha semaksimal mungkin untuk menjalankan peran keibuan dan istri sebagai medan jihadku saat ini. Kepergian ibu pun mneyadarkan saya bahwa kematian sangat dekat, bisa datang secara mendadak. Dan sering sekali saya bermimpi orang- orang sekitar termasuk keluarga dekat satu persatu meninggalkan saya. Kepergian ibu semoga menjadi Dzikrul maut bagi saya dan keluarga.     
               Teruntuk suamiku tercinta, maafkanlah atas segala khilaf dan kekuranganku selama 6 tahun kita bersama. Baru kusadari bahwa hadirku saat ini adalah ada dalam ridhomu. Sebelum menikah memang kita banyak bersaing dalam prestasi. Saya dengan lantang berkata “ Inilah Saya, saya adalah apa yang saya pikirkan. Sekarang dalam balutan ijab kabul pernikahan saya akan tegas berkata “ inilah saya istrinya Rahmatullah Ubay, saya adalah apa yang suami saya pikirkan. Saya akan begitu nyaman beraktifitas jika telah mengantongi izin darimu. Maka mulai saat ini saya akan bersungguh- sungguh menikmati peranku di dalam rumah sebagai istri dan ibu untuk anak- anak kita. Semoga kekecewaanku padaku akan berubah dengan rasa syukur tak bertepi. Amiin.  



Hari ke- 7 , Tantangan 10 Hari " Komunikasi Produktif" 

Bagaimana sih caranya berkomunikasi produktif dengan anak usia 3 tahun ?
Senang rasanya mendapat tugas tantangan 10 hari di kelas Bunda Sayang Institut Ibu Profesional. Saya jadi lebih peka dengan kejadian harian di rumah dan   menanti-nanti hal menantang terkait dengan komunikasi produktif.  Termasuk berkomunikasi dengan anak tengahku Asyifa Latifa Rahma ( 3,5th) yang memiliki adik usia 14 bulan dan kakak 5 tahun 8 bulan.
Bila mendengar banyak komentar dari tetangga, saudara, keluarga dan teman-teman, saya merasa kasihan pada Syifa karena sering dibandingkan dengan kakaknya yang terkesan lebih baik darinya. Setiap ibu pasti ingin memberikan yang terbaik untuk anak, berlaku adil, tidak membanding- bandingkan antara anak yang satu dengan yang lainnya.
Pada awalnya sayapun merasa kesal dan cape menghadapi Syifa yang sangat lengket pada saya, menggelayuti badan seolah pohon jambu yang seru untuk dipanjati, mencari perhatian lebih bila adiknya sedang menyusu. Sampai akhirnya saya pun menyadari bahwa Syifa adalah anak balita yang juga butuh perhatian banyak dari uminya sama saperti adik bayinya. Tapi saya merasa perlakuan saya pada Syifa masih sangat butuh untuk dikoreksi. Seperti; masih memberikan susu dengan botol dot, menyuapi makan nasi, belum bisa diberi instruksi maka membereskan mainan masih jadi kegiatan rutinitas saya, lebih menahan Sifa untuk ikut dengan saya bila kakaknya pergi bermain ke rumah saudara (seringnya Syifa yang minta sama umi aja).
Adapun untuk menenangkan Syifa saat menangis bila ditinggal Abinya atau kakaknya bermain adalah hal yang mudah. Seperti kejadian beberapa hari terakhir. Di saat Abi harus menemani Kakaknya lomba mewarnai, Syifapun menangis kencang ingin ikut Abi. Dalam kondisi sepeti itu mungkin dia merasa “ Kok, ingin melihat Kakaknya lomba saja saya tidak boleh…”. Maka untuk menenangkannya saya langsung memeluknya tapi dia menolak dan terus meratapi kepergian motor abinya. Perlahan- lahan saya terus membujuknya dengan aneka kegiatan menarik yang bisa dia lakukan dengan saya di rumah. Akhirnya diapun mau menerima pelukan saya dan tangisanpun berganti senyum ceria.

Ada beberapa poin penting dari materi komunikasi porduktif kelas Bunda Sayang di Institut Ibu Profesional, yang saya anggap perlu dilatih saat berhadapan dengan Syifa:       
1. *Keep Information Short & Simple (KISS)*

Gunakan kalimat tunggal, bukan kalimat majemuk
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/fbd/1/16/26d4.pngKalimat tidak produktif :
“Nak, tolong setelah mandi handuknya langsung dijemur kemudian taruh baju kotor di mesin cuci ya, sisirlah rambutmu, dan jangan lupa rapikan tempat tidurmu.
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/f33/1/16/2705.pngKalimat Produktif :
“Nak, setelah mandi handuknya langsung dijemur ya” ( biarkan aktivitas ini selesai dilakukan anak, baru anda berikan informasi yang lain)

2. *Kendalikan intonasi suara dan gunakan suara ramah
Masih ingat dengan rumus 7-38-55 ? selama ini kita sering menggunakan suara saja ketika berbicara ke anak, yang ternyata hanya 7% mempengaruhi keberhasilan komunikasi kita ke anak. 38% dipengaruhi intonasi suara dan 55% dipengaruhi bahasa tubuh
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/fbd/1/16/26d4.pngKalimat tidak produktif:
“Ambilkan buku itu !” ( tanpa senyum, tanpa menatap wajahnya)
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/f33/1/16/2705.pngKalimat Produktif :
“Nak, tolong ambilkan buku itu ya” (suara lembut , tersenyum, menatap wajahnya)
Hasil perintah pada poin 1 dengan 2 akan berbeda. Pada poin 1, anak akan mengambilkan buku dengan cemberut. Sedangkan poin 2, anak akan mengambilkan buku senang hati.

3. *Katakan apa yang kita inginkan, bukan yang tidak kita inginkan*
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/fbd/1/16/26d4.pngKalimat tidak produktif :
“Nak, umi gak mau teteh ngompol terus, kasurnya jadi bau kan”
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/f33/1/16/2705.pngKalimat produktif :
“Nak, Ibu ingin syifa pipis dulu sebelum tidur, dan bangunkan ibu bila tengah malam ingin pipis”

4. *Fokus ke depan, bukan masa lalu*
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/fbd/1/16/26d4.pngKalimat tidak produktif :
“Kemarin teteh jatuh terpeleset mainan itu akibatnya bila tidak kembali membereskan maianan selepas bermain”
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/f33/1/16/2705.pngKalimat produktif :
“Ayo kita antar pulang barbienya, dia mau istirahat dirumahnya di box, bair tetehnya bisa jalan dengan tenang, tidak terganggu oleh mainan yang bercecer”

5. *Ganti kata ‘TIDAK BISA” menjadi “BISA”*
Otak kita akan bekerja seseai kosa kata. Jika kita mengatakan “tidak bisa” maka otak akan bekerja mengumpulkan data-data pendukung faktor ketidakbisaan tersebut. Setelah semua data faktor penyebab ketidakbisaan kita terkumpul , maka kita malas mengerjakan hal tersebut yang pada akhirnya menyebabkan ketidakbisaan sesungguhnya. Begitu pula dengan kata “BISA” akan membukakan jalan otak untuk mencari faktor-faktor penyebab bisa tersebut, pada akhirnya kita BISA menjalankannya.
6. *Fokus pada solusi bukan pada masalah*
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/fbd/1/16/26d4.pngKalimat tidak produktif :
“Kamu itu memang tidak pernah hati-hati, sudah berulangkali ibu ingatkan, kembalikan mainan pada tempatnya, tidak juga dikembalikan, sekarang hilang lagi kan, rasain sendiri!”
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/f33/1/16/2705.pngKalimat produktif:
“ Ibu sudah ingatkan cara mengembalikan mainan pada tempatnya, sekarang kita belajar memasukkan setiap kategori mainan dalam satu tempat. Kamu boleh ambil mainan di kotak lain, dengan syarat masukkan mainan sebelumnya pada kotaknya terlebih dahulu”.

7. *Jelas dalam memberikan pujian dan kritikan*
Berikanlah pujian dan kritikan dengan menyebutkan perbuatan/sikap apa saja yang perlu dipuji dan yang perlu dikritik. Bukan hanya sekedar memberikan kata pujian dan asal kritik saja. Sehingga kita mengkritik sikap/perbuatannya bukan mengkritik pribadi anak tersebut.
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/fbd/1/16/26d4.pngPujian/Kritikan tidak produktif:
“Waah anak hebat, keren banget sih”
“Aduuh, nyebelin banget sih kamu”
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/f33/1/16/2705.pngPujian/Kritikan produktif:
“Mas, caramu menyambut tamu Bapak/Ibu tadi pagi keren banget, sangat beradab, terima kasih ya nak”
“Kak, bahasa tubuhmu saat kita berbincang-bincang dengan tamu Bapak/Ibu tadi sungguh sangat mengganggu, bisakah kamu perbaiki lagi?”

8. *Gantilah nasihat menjadi refleksi pengalaman*
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/fbd/1/16/26d4.pngKalimat Tidak Produktif:
“Makanya jadi anak jangan malas, malam saat mau tidur, siapkan apa yang harus kamu bawa, sehingga pagi tinggal berangkat”
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/f33/1/16/2705.pngKalimat Produktif:
“Ibu dulu pernah merasakan tertinggal barang yang sangat penting seperti kamu saat ini, rasanya sedih dan kecewa banget, makanya ibu selalu mempersiapkan segala sesuatunya di malam hari menjelang tidur.

9. *Gantilah kalimat interogasi dengan pernyataan observasi*
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/fbd/1/16/26d4.pngKalimat tidak produktif :
“Belajar apa hari ini di sekolah? Main apa saja tadi di sekolah?
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/f33/1/16/2705.pngKalimat produktif :
“ Ibu lihat matamu berbinar sekali hari ini,sepertinya bahagia sekali di sekolah, boleh berbagi kebahagiaan dengan ibu?”

10. *Ganti kalimat yang Menolak/Mengalihkan perasaan dengan kalimat yang menunjukkan empati*
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/fbd/1/16/26d4.pngKalimat tidak produktif :
"Masa sih cuma jalan segitu aja capek?"
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/f33/1/16/2705.pngkalimat produktif :
kakak capek ya? Apa yang paling membuatmu lelah dari perjalanan kita hari ini?

11. *Ganti perintah dengan pilihan*
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/fbd/1/16/26d4.pngkalimat tidak produktif :
“ Mandi sekarang ya kak!”
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/f33/1/16/2705.pngKalimat produktif :
“Kak 30 menit lagi kita akan berangkat, mau melanjutkan main 5 menit lagi, baru mandi, atau mandi sekarang, kemudian bisa melanjutkan main sampai kita semua siap berangkat
/Tim Bunda Sayang IIP/




Belajar Komunikasi Produktif  dengan Pasangan 

6 tahun kulewati hari- hari indah bersama kekasih. Dan memiliki pasangan hidup yang seumuran itu “sesuatu banget” apalagi selama 9 tahun silam kami pernah menjalani masa belajar bersama dalam 1 kelas. Di bangku SD aku yang cerewet dan dia pendiam berubah di masa SLTA dia yang eksis banyak digunjingi siswi-siswi dan aku yang kalem nan cuek. Pernikahan kami yang banyak mengejutkan teman-teman dan orang sekitar sontak banyak menuai kesan, decakan kagum dan cibiran negatif dari orang-orang sekitar kami. Mampukah kami saling melengkapi, saling memahami dan bergandengan tangan sejalan meraih tujuan bersama? ( mengingat dulu kami pernah merasa gagal berkomunikasi produktif saat menjalankan OSIS).
Rumah tangga itu ibarat perjalanan bahtera di lautan yang luas, dimana medannya selalu berubah ubah, terkadang angin berhembus dengan tenang menciptakan laju yang menentramkan, terkadang pula badai menghadang mengombang-ambingkan penumpangnya. Dalam kondisi apapun nahkoda dan awak kapal harus  fokus dengan perannya masing-masing. Dan demi tercapainya tujuan bersama awak kapal harus taat mengikuti instruksi nahkoda.
Maka dari itu keharmonisan rumah tangga tidak bisa di ukur dari perbedaan usia pasangan. Apakah suami yang lebih tua dari istrinya akan lebih baik atau  pasangan yang seumuran akan lebih mudah saling mengerti dan sebaliknya istri yang lebih tua akan banyak menuntut pada suaminya. Namun, keharmonisan rumah tangga itu tercipta dari adanya komunikasi yang baik  antar pasangan.
Dan hingga saat ini saya dan suami masih belajar berkomunikasi yang baik.
Contoh kasusnya, beberapa hari belakangan ini saya punya ganjalan hati terhadap suami. 6 tahun bersamanya sedikit tahu pola komunikasi yang biasa kami pakai sampai mendapat solusi.   Dilihat dari Frame of Reference dan Frame of  Experience kami yang berbeda sekali maka saya harus lebih bersabar untuk mendapatkan solusi dan hasil yang terbaik atas masalah yang kami hadapi.
 Di saat saya sudah mampu mengutarakan persoalan dengan etika yang sesuai maka selanjutnya adalah memasrahkan pada Allah swt, agar diberikan jalan yang terbaik bagi kami. Alhamdulillah hari ke hari  suami pun dapat menunjukan perbaikan sikap dan lambat laun Allah berikan petunjuk yang semakin jelas memberikan jawaban atas ganjalan hati saya yang selalu bertanya “ Apakah yang dipilih suami adalah suatu kebaikan atau sebaliknya”.
Dibawah ini adalah materi kelas Bunda Sayang di Institut Ibu Profesional mengenai Komunikasi Produktif denga pasangan.

*_KOMUNIKASI DENGAN PASANGAN_*
Ketika berkomunikasi dengan orang dewasa lain, maka awali dengan kesadaran bahwa “aku dan kamu” adalah 2 individu yang berbeda dan terima hal itu.
Pasangan kita dilahirkaan oleh ayah ibu yang berbeda dengan kita, tumbuh dan berkembang pada lingkungan yang berbeda, belajar pada kelas yang berbeda, mengalami hal-hal yang berbeda dan banyak lagi hal lainnya.
Maka sangat boleh jadi pasangan kita memiliki *_Frame of Reference (FoR)_* dan *_Frame of Experience (FoE)_* yang berbeda dengan kita.
FoR adalah cara pandang, keyakinan, konsep dan tatanilai yang dianut seseorang. Bisa berasal dari pendidikan ortu, bukubacaan, pergaulan, indoktrinasi dll.
FoE adalah serangkaian kejadian yang dialami seseorang, yang dapat membangun emosi dan sikap mental seseorang.
FoE dan FoR mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu pesan/informasi yang datang kepadanya.
Jadi jika pasangan memiliki pendapat dan pandangan yang berbeda atas sesuatu, ya tidak apa-apa, karena FoE dan FoR nya memang berbeda.
Komunikasi dilakukan untuk *MEMBAGIKAN* yang kutahu kepadamu, sudut pandangku agar kau mengerti, dan demikian pula SEBALIKnya.
*_Komunikasi yang baik akan membentuk FoE/FoR ku dan FoE/FoR mu ==> FoE/FoR KITA_*
Sehingga ketika datang informasi akan dipahami secara sama antara kita dan pasangan kita, ketika kita menyampaikan sesuatu, pasangan akan menerima pesan kita itu seperti yang kita inginkan.
Komunikasi menjadi bermasalah ketika menjadi *MEMAKSAKAN* pendapatku kepadamu, harus kau pakai sudut pandangku dan singkirkan sudut pandangmu.
Pada diri seseorang ada komponen NALAR dan EMOSI; *_bila Nalar panjang - Emosi kecil; bila Nalar pendek - Emosi tinggi_*
Komunikasi antara 2 orang dewasa berpijak pada Nalar.
Komunikasi yang sarat dengan aspek emosi terjadi pada anak-anak atau orang yang sudah tua.
Maka bila Anda dan pasangan masih masuk kategori Dewasa --sudah bukan anak-anak dan belum tua sekali-- maka selayaknya mengedepankan Nalar daripada emosi, dasarkan pada fakta/data dan untuk problem solving.
Bila Emosi anda dan pasangan sedang tinggi, jeda sejenak, redakan dulu ==> agar Nalar anda dan pasangan bisa berfungsi kembali dengan baik.
Ketika Emosi berada di puncak amarah (artinya Nalar berada di titik terendahnya) sesungguhnya TIDAK ADA komunikasi disana, tidak ada sesuatu yang dibagikan; yang ada hanya suara yang bersahut-sahutan, saling tindih berebut benar.
Ada beberapa kaidah yang dapat membantu meningkatkan efektivitas dan produktivitas komunikasi Anda dan pasangan:
1. *Kaidah 2C: Clear and Clarify*
Susunlah pesan yang ingin Anda sampaikan dengan kalimat yang jelas (clear) sehingga mudah dipahami pasangan. Gunakan bahasa yang baik dan nyaman bagi kedua belah pihak.
Berikan kesempatan kepada pasangan untuk bertanya, mengklarifikasi (clarify) bila ada hal-hal yang tidak dipahaminya.
2. *Choose the Right Time*
Pilihlah waktu dan suasana yang nyaman untuk menyampaikan pesan. Anda yang paling tahu tentang hal ini. Meski demikian tidak ada salahnya bertanya kepada pasangan waktu yang nyaman baginya berkomunikasi dengan anda, suasana yang diinginkannya, dll.
3. *Kaidah 7-38-55*
Albert Mehrabian menyampaikan bahwa pada komunikasi yang terkait dengan perasaan dan sikap (feeling and attitude) aspek verbal (kata-kata) itu hanya 7% memberikan dampak pada hasil komunikasi.
Komponen yang lebih besar mempengaruhi hasil komunikasi adalah intonasi suara (38%) dan bahasa tubuh (55%).
Anda tentu sudah paham mengenai hal ini. Bila pasangan anda mengatakan "Aku jujur. Sumpah berani mati!" namun matanya kesana-kemari tak berani menatap Anda, nada bicaranya mengambang maka pesan apa yang Anda tangkap? Kata-kata atau bahasa tubuh dan intonasi yang lebih Anda percayai?
Nah, demikian pula pasangan dalam menilai pesan yang Anda sampaikan, mereka akan menilai kesesuaian kata-kata, intonasi dan bahasa tubuh Anda.
4. *Intensity of Eye Contact*
Pepatah mengatakan _mata adalah jendela hati_
Pada saat berkomunikasi tataplah mata pasangan dengan lembut, itu akan memberikan kesan bahwa Anda terbuka, jujur, tak ada yang ditutupi. Disisi lain, dengan menatap matanya Anda juga dapat mengetahui apakah pasangan jujur, mengatakan apa adanya dan tak menutupi sesuatu apapun.
5. *Kaidah: I'm responsible for my communication results*
Hasil dari komunikasi adalah tanggung jawab komunikator, si pemberi pesan.

Jika si penerima pesan tidak paham atau salah memahami, jangan salahkan ia, cari cara yang lain dan gunakan bahasa yang dipahaminya.

Challange " Komunikasi Produktif" hari ke - 5


Anak Lanang Lebih Menantang

       Satu lagi Allah swt. Melimpahkan anugerah indah dalam hidupku yaitu anak ke tiga berjenis kelamin laki-laki, adik dari dua kakak perempuan. Si bungsu lanang bernama Muhammad Abdul Hakim. Di bulan Februari 2017 berusia 1 tahun 2 bulan. Alhamdulillah pertumbuhan dan perkembangannya terkategorika normal.
       Beberapa cerita yang kupaparkan di Challange bunda sayang banyak tentang Ghaida, maka kali ini kucoba memperhatikan anak lanangku. Apakah aku sudah bisa berkomunikasi produktif dengannya? Insya Allah akan terus kucoba. Hihihi ternyata lucu! dia mulai bisa mengucapkan kata dengan suara samar memanggil umi, nyeh ( nenen). dan bila ku tanya "siapakah tuhanmu atau siapa nabimu atau siapa nama umi atau siapa nama abi, atau apa saja dengan nada serupa" jawab akim "mmmah, mmmpah, bbbbah” dan bila mendengar lantunan al-Qur’an maka mulutnya akan komat kamit dengan suara bergumam kencang seperti sedang mengaji.
     Karakter maskulinnya hakim sudah mulai terlihat dari berbagai aktifitasnya, seperti senang menendang atau melempar bola, bermain mobil-mobilan dan mengikuti gerakan pencak silat.  

      Alhamduillah wa syukurillah atas anugerah indah ini yaa Robbi… semoga aku dapat menerapkan komunikasi produktif spesial pada anak lanangku, sehingga ia dapat berkembang menjadi sosok lelaki yang bertanggung jawab sebagai pemimpin dan sebagai mujahid. Amiin.


Foto Hibatt Ummu Alula.



Tidak mau mandi

 Rabu kemarin agenda pagi sampai sore cukup padat dan selesai tepat waktu ashar, jadi  masih ada waktu beberapa menit untuk Ghaida bersiap-siap  ke TPQ walau tanpa mandi sore (memilih mandi pulang ngaji). Alhamdulillah ia pun mau pergi sendiri tanpa ditemani (jadwal saya libur mengajar). Ia mempersiapkan semua kebutuhan sendiri, sambil berpamitan pergi ia berkata " Umi, kakak mau pulang langsung ke rumah, gak mau main ke rumah nenek, pokoknya mau langsung pulang aja", " Oke..." dengan hati gembira saya menimpali ( karena rumah ibu mertua bersebelahan dengan madrasah).
Tak lama kemudian Ghaida pun  pulang kembali tepat sesuai ucapannya. Beberapa menit kondisi baik baik saja. Namun entah kenapa selepas azan magrib sikap ghaida menjadi sensitif, menguji kesabaraku. Diminta ini itu tidak mau, di beri opsi ini itu jawabnya ketus.  
“Oiya.. kakak belum mandi sore yaa, ayo nak mandi dulu yaa…” pintaku, “ Gak mau, gak mau mandi kakak mah” jawabnya dengan nada tinggi sambil dan gestur yang tidak baik. Menghadapinya seperti itu aku langsung istighfar dalam hati dan mencoba bersikap tenang dan langsung teringat materi bunda sayang tentang Komunikasi produkti, sambil meraba dan menyesali dalam hati “ duuh aku harus bersikap apa yaa.. poin keberapa ini yang mesti diterapkan saat ini” . Akhirnya saya hanya bisa beri Ghaida opsi “ kakak mau mandi atau cuci badan sekarang atau Badan kakak dibiarkan tidak nyaman karena tidak mandi” . komentarnya hanya “ Kakak gak mau mandi…..” . Komentarku hanya bisa tenang “ ya sudah gak papa kalo Kakak gak mau mandi, ganti bajunya yaa…”.

=============================================================
Di buka- buka lagi catatan produktifnya yuuk ahh Umi Ghaidaa:
Catatan materi “Komunikasi produktif”

*KOMUNIKASI DENGAN ANAK*

Anak –anak itu memiliki gaya komunikasi yang unik.
*_Mungkin mereka tidak memahami perkataan kita, tetapi mereka tidak pernah salah meng copy_*
Sehingga gaya komunikasi anak-anak kita itu bisa menjadi cerminan gaya komunikasi orangtuanya.
Maka kitalah yang harus belajar gaya komunikasi yang produktif dan efektif. Bukan kita yang memaksa anak-anak untuk memahami gaya komunikasi orangtuanya.
Kita pernah menjadi anak-anak, tetapi anak-anak belum pernah menjadi orangtua, sehingga sudah sangat wajar kalau kita yang harus memahami mereka.
Bagaimana Caranya ?

1. *Keep Information Short & Simple (KISS)*
Gunakan kalimat tunggal, bukan kalimat majemuk
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/fbd/1/16/26d4.pngKalimat tidak produktif :
“Nak, tolong setelah mandi handuknya langsung dijemur kemudian taruh baju kotor di mesin cuci ya, sisirlah rambutmu, dan jangan lupa rapikan tempat tidurmu.
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/f33/1/16/2705.pngKalimat Produktif :
“Nak, setelah mandi handuknya langsung dijemur ya” ( biarkan aktivitas ini selesai dilakukan anak, baru anda berikan informasi yang lain)

2. *Kendalikan intonasi suara dan gunakan suara ramah*
Masih ingat dengan rumus 7-38-55 ? selama ini kita sering menggunakan suara saja ketika berbicara ke anak, yang ternyata hanya 7% mempengaruhi keberhasilan komunikasi kita ke anak. 38% dipengaruhi intonasi suara dan 55% dipengaruhi bahasa tubuh
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/fbd/1/16/26d4.pngKalimat tidak produktif:
“Ambilkan buku itu !” ( tanpa senyum, tanpa menatap wajahnya)
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/f33/1/16/2705.pngKalimat Produktif :
“Nak, tolong ambilkan buku itu ya” (suara lembut , tersenyum, menatap wajahnya)
Hasil perintah pada poin 1 dengan 2 akan berbeda. Pada poin 1, anak akan mengambilkan buku dengan cemberut. Sedangkan poin 2, anak akan mengambilkan buku senang hati.

3. *Katakan apa yang kita inginkan, bukan yang tidak kita inginkan*
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/fbd/1/16/26d4.pngKalimat tidak produktif :
“Nak, Ibu tidak ingin kamu ngegame terus sampai lupa sholat, lupa belajar !”
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/f33/1/16/2705.pngKalimat produktif :
“Nak, Ibu ingin kamu sholat tepat waktu dan rajin belajar”

4. *Fokus ke depan, bukan masa lalu*
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/fbd/1/16/26d4.pngKalimat tidak produktif :
“Nilai matematikamu jelek sekali,Cuma dapat 6! Itu kan gara-gara kamu ngegame terus,sampai lupa waktu,lupa belajar, lupa PR. Ibu juga bilang apa. Makanya nurut sama Ibu biar nilai tidak jeblok. Kamu sih nggak mau belajar sungguh-sungguh, Ibu jengkel!”
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/f33/1/16/2705.pngKalimat produktif :
“Ibu lihat nilai rapotmu, hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, ada yang bisa ibu bantu? Sehingga kamu bisa mengubah strategi belajar menjadi lebih baik lagi”

5. *Ganti kata ‘TIDAK BISA” menjadi “BISA”*
Otak kita akan bekerja seseai kosa kata. Jika kita mengatakan “tidak bisa” maka otak akan bekerja mengumpulkan data-data pendukung faktor ketidakbisaan tersebut. Setelah semua data faktor penyebab ketidakbisaan kita terkumpul , maka kita malas mengerjakan hal tersebut yang pada akhirnya menyebabkan ketidakbisaan sesungguhnya. Begitu pula dengan kata “BISA” akan membukakan jalan otak untuk mencari faktor-faktor penyebab bisa tersebut, pada akhirnya kita BISA menjalankannya.
6. *Fokus pada solusi bukan pada masalah*
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/fbd/1/16/26d4.pngKalimat tidak produktif :
“Kamu itu memang tidak pernah hati-hati, sudah berulangkali ibu ingatkan, kembalikan mainan pada tempatnya, tidak juga dikembalikan, sekarang hilang lagi kan, rasain sendiri!”
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/f33/1/16/2705.pngKalimat produktif:
“ Ibu sudah ingatkan cara mengembalikan mainan pada tempatnya, sekarang kita belajar memasukkan setiap kategori mainan dalam satu tempat. Kamu boleh ambil mainan di kotak lain, dengan syarat masukkan mainan sebelumnya pada kotaknya terlebih dahulu”.

7. *Jelas dalam memberikan pujian dan kritikan*
Berikanlah pujian dan kritikan dengan menyebutkan perbuatan/sikap apa saja yang perlu dipuji dan yang perlu dikritik. Bukan hanya sekedar memberikan kata pujian dan asal kritik saja. Sehingga kita mengkritik sikap/perbuatannya bukan mengkritik pribadi anak tersebut.
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/fbd/1/16/26d4.pngPujian/Kritikan tidak produktif:
“Waah anak hebat, keren banget sih”
“Aduuh, nyebelin banget sih kamu”
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/f33/1/16/2705.pngPujian/Kritikan produktif:
“Mas, caramu menyambut tamu Bapak/Ibu tadi pagi keren banget, sangat beradab, terima kasih ya nak”
“Kak, bahasa tubuhmu saat kita berbincang-bincang dengan tamu Bapak/Ibu tadi sungguh sangat mengganggu, bisakah kamu perbaiki lagi?”

8. *Gantilah nasihat menjadi refleksi pengalaman*
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/fbd/1/16/26d4.pngKalimat Tidak Produktif:
“Makanya jadi anak jangan malas, malam saat mau tidur, siapkan apa yang harus kamu bawa, sehingga pagi tinggal berangkat”
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/f33/1/16/2705.pngKalimat Produktif:
“Ibu dulu pernah merasakan tertinggal barang yang sangat penting seperti kamu saat ini, rasanya sedih dan kecewa banget, makanya ibu selalu mempersiapkan segala sesuatunya di malam hari menjelang tidur.

9. *Gantilah kalimat interogasi dengan pernyataan observasi*
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/fbd/1/16/26d4.pngKalimat tidak produktif :
“Belajar apa hari ini di sekolah? Main apa saja tadi di sekolah?
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/f33/1/16/2705.pngKalimat produktif :
“ Ibu lihat matamu berbinar sekali hari ini,sepertinya bahagia sekali di sekolah, boleh berbagi kebahagiaan dengan ibu?”

10. *Ganti kalimat yang Menolak/Mengalihkan perasaan dengan kalimat yang menunjukkan empati*
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/fbd/1/16/26d4.pngKalimat tidak produktif :
"Masa sih cuma jalan segitu aja capek?"
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/f33/1/16/2705.pngkalimat produktif :
kakak capek ya? Apa yang paling membuatmu lelah dari perjalanan kita hari ini?

11. *Ganti perintah dengan pilihan*
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/fbd/1/16/26d4.pngkalimat tidak produktif :
“ Mandi sekarang ya kak!”
https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v7/f33/1/16/2705.pngKalimat produktif :
“Kak 30 menit lagi kita akan berangkat, mau melanjutkan main 5 menit lagi, baru mandi, atau mandi sekarang, kemudian bisa melanjutkan main sampai kita semua siap berangkat


Sumber dari : Tim Bunda Sayang IIP





  

#1minggu1cerita

Selamat Membaca

Teman Baikku

Diberdayakan oleh Blogger.
Free Website templatesfreethemes4all.comLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesFree Soccer VideosFree Wordpress ThemesFree Web Templates