#onedayonepost
#day2
Saat gelar “IBU” tertulis dalam sejarah hidup, maka langkah yang harus ditempuh adalah *Siap berjuang dalam kondisi apapun*, semangat belajar untuk menyemai kebahagiaan berbalut ketabahan bukti syukur atas nikmat yang telah Allah limpahkan.
Dan 6 tahun berlalu saya bertitle ibu, kini ada *2 putri (Ghaida 6th, Syifa 4th) dan 1putra (Hakim 1th 8bulan)* . Alhamdulillah wa Syukurillah…
Mengenang 31 tahun lalu… Alkisah, hiduplah dua orang ibu dalam 1kota beda kecamatan sedang mengandung buah hati. Ibu pertama berjuang gigih dimasa kehamilannya ke -4 walau dengan minimal support sang suami, anak laki-lakinya bernama *Rahmatullah* (Kasih Sayang Allah) pun terlahir. Selang 3 bulan berikutnya ibu kedua melahirkan anak perempuan bernama *Himmah Fikriyani* (Semangat berfikir), nama panggilan sayang *Ema* dimana ibu kedua menjadikan kehamilan yg ke-8 nya sebagai hadiah untuk sang suami yang sedang menyelesaikan skripsi.
7 tahun berikutnya kedua ibu sama2 menyekolahkan anaknya di SD yang sama. Rahmat dan Ema walaupun satu kelas tapi tidak akrab hanya saling kenal saja. Rahmat yang pendiam hanya bisa memandangi Ema sang periang, cerewet dan suka ngatur2 dari bangku pojok belakang. Begitu seterusnya sampai masa SD usai.
Di jenjang menengah pertama Ema melanjutkan ke Mts seyayasan SDnya. Sedang Rahmat melanjutkan ke Mts berbeda. Tiga tahun berlalu beralih ke masa pendidikan menengah atas. Ema pemilih pondok pesantren atas kemauan sendiri, yang ternyata dia bertemu lagi dengan Rahmat dalam 1 kelas, dan yang lebih mencengangkan Rahmat sang pendiam ternyata sangat aktif di kelas juga di Kegiatan pondok lainnya, dia bak bintang di kalangan santriwati. Sontak Ema mengaguminya tapi juga mencibir dalam hati “Haah Rahmat segitunya dia terkenal kayak artis disini, padalah duluu waktu SD prestasi dia jauh dibelakangku”. Persaingan prestasi Rahmat Ema pun dimulai…. Dia yang bergaya cool, sangat jarang terlihat serius belajar dan menghafalnya sering membuat Ema kesal karena Ema harus berjuang penuh, bergaya rajin belajar dikelas untuk menyingkirkan kedudukan prestasinya Rahmat. Bahkan Ema pernah Nangis histeris diruangan kelas belakang karena dia tidak terima dengan rengking 5, jauh dibelakang Rahmat yang rengking 1.
Ema yang jaim dan Rahmat yang ramah pada semua santriwati kecuali pada Ema, mereka bak langit dan bumi. Saat Rahmat menjabat sebagia ketua Osis dan Ema Sekertarisnya rasanya sangat-sangat jarang mereka rapat serius karena memang keduanya punya gaya komunikasi berbeda dan ujung2nya bikin jengkel Ema!
Tiga tahun berlalu, 2004 mereka masing- masing melanjutkan sekolah perguruan tinggi yg berbeda.
Tahun 2004 handphone jadul mulai ramai, teman- teman sudah pada punya no hp begitupun Rahmat yg kuliah di STIE SERANG, sedang Ema yang kuliah jauh di Purwokerto yakni Fak. Pertanian, jurusan Budidaya pertanian, program studi Pemuliaan Tanaman, sampai tahun kedua reunian belum punya HP, Rahmat saat reuni selalu mendesak Ema untuk punya HP agar komunikasi antar alumni tetap terjalin, yang membuat Ema malu karena belum juga terbeli HP karena faktor ekonomi yang pas-pasan saat kuliah. Tapi Ema yaa tetap menepis dengan gaya jaimnya.
Pada akhirnya rezeki punya HP tiba, ada manfaat juga tidak sedikit madharatnya dari HP itu. Salah satunya Ema harus meladeni berkali-kali sms dan telpon dari Rahmat yang sering curhat n minta solusi atau motivasi hidup, dan tak jarang dia curhat tentang kelemahanya dalam menjaga pandangan. buat Ema saat itu malah dijadikan kesempatan untuk menasihati pergaulan Rahmat yang harus diluruskan. Sampai akhirnya Ema merasa kurang nyaman dengan kehadiran sms dan telpon dari Rahmat yang terbilang intens dan mencoba menghindar darinya karena khawatir ada virus Merah jambu berbalut hawa nafsu menondai jalan masa depan Ema yang sudah di azzamkan akan memulainya dengan jalan yang suci tanpa pacaran. Walaupun sesekali masih suka bertemu karena ada acara Alumni dan sudah sangat jarang ber HP an. Tepatnya itu setelah lulus kuliah, Ema melanjutkan *4 bulan kerja di Lab kultur jaringan tanaman Perkebunan Propinsi banten di Kramat Watu Serang* . Masa- masa mencekam kerja di lab kuljar karena suasana kerja yang sepi dari keramaian selain canda gurau ibu bapak pegawai dan tugas kantor yang nyaman. Sedang Rahmat, dia membantu pekerjaan bapaknya sebagai wirausaha bidang bahan bangunan.
Di dunia kerja sesuai bidang kuliah itu Ema bergelut batinnya antara bertahan ditempat kerja yang tidak sesuai minat kata hatinya atau keluar dan beralih profesi yang sesuai passionnya.
Akhirnya Ema pun nekad menuju passionnya dan melepas gelar S.P- nya, menjadi Guru SD yang begitu menyenangkan dan menghibur. walau ia harus melewati masa pengerjaan administrasi sekolah yang melelahkan yang kurang disukainya.
Suatu hari di moment kegiatan alumni Ema bertemu lagi dengan Rahmat, dan Rahmat pun bertanyalah “Ema, apa sih alasan kamu bekerja?”, Ema menjawab dengan santai nya “Yaa karena ada kesempatan, mumpung belum nikah, karena setelah nikah belum tentu suami saya mengizinkan saya bekerja, selain itu ini sebagai pengalaman hidup juga", Rahmat hanya mengangguk-anggukan kepala, entah apa maksudnya.
Sampai suatu hari….
Ema berpikir, berpikir dan teruuss berpikir keras. Bepikir akan adanya rasa bahagia saat bertemu, rasa rindu saat berjauhan, dan rasa kecocokan untuk saling melengkapi, yup dengan Rahmat!, Seperti ada harap dan asa bila mendengarkan cerita dari teteh kandungku yang mendadak jadi teman dekatnya Rahmat.
Sepertinya dia pun punya rasa yang sama. Namun Rahmat masih menganggap Ema adalah orang yang hebat yang pernah dikenalnya sewaktu SD seolah melupakan potensi positifnya saat SLTA, diapun merasa minder pada Ema.
Akhirnya tiba waktu Ema bertekad membuka lembaran baru menyongsong masa depan, mempertahankan kekuatan ikatan suci tanpa pacaran menuju gerbang pernikahan. Ema mencoba menutup hati akan Rahmat, ia ingin mendapatkan jodoh terbaik menurut Allah bukan mengikuti hasutan Syetan. Ia pun mendatangi para guru senior di Sekolah untuk di carikan jodoh. Selang beberapa hari berdatanganlah info seputar ikhwan yang siap menikah, namun masih memilah dan prinsip Ema.”Siapapun ikhwan yang datang, harus diterima bagaimanapun kondisinya yg penting keluarga setuju. Sampai akhirnya Ema memenuhi panggilan guru senior untuk menyampaikan kabar baik serupa yang sebelumnya keluarga tidak menyetujui. Kabar kedua itu membuat Ema mernganga tak percaya, antara mimpi dan kenyataan, karena ikhawan yang dimaksudkan guru itu adalah temanku Rahmat. Dan 2010 Mereka mengikat janji suci.
Demikian cerita happy ending nya… :D
Hikmah dari pertemanan ini, saya jadi lebih menerima kekurangan suami dan bahagia mensyukuri kelebihannya. Sampai sekarang saya masih belajar berkomunikasi produktif dgn suami n anak2.
Awal kenal IIP th 2011 setelah cuti mengajar selamanya karena melahirkan Ghaida. Tapi info IIP belum banyak, sampai saya nulis profil fb “bekerja di IIP", yg sy maksudkan adalah IIP pribadi saja, ternyata IIP itu benar2 sekolah para ibu yg ingin menjadi profesional.
Alhamdulillah bisa mendapatkan info kelas matrikulasi bach 2 di Fp Institut Ibu Profesional, itu bertepatan dgn masa berkabung kematian Ibu mertua. Ibu mertuaku sangat bersahaja, walaupun hanya dirumah saja, kemurahan hatinya pada saudara, tetangga begitu besar, terlebih perhatiannya pada kebutuhan fisik suami dan anak2nya. Di IIP ini saya menemukan 2 karakter berbeda antara ibu mertua dan ibu sendiri yang bisa disatukan, yup ibarat 2 mata koin yang tidak bisa dipisahkan “dirumah oke, di masyarakat Oke" Saya harus terus berjuang menjadi ibu profesional.
Oiy aktifitas saya saat ini membersam
ai anak2 dan mengajar TPQ terdekat
* tugas taaruf iip, dibagikan untuk #1minggu1cerita
Mendapat tantangan judul Tema di Minggu ke - 27 1minggu1cerita yaitu " USAHA TERBAIK",
Nah nyentil banget temanya, langsung menunjuk ke diri sendiri akan ikhtiar "Khusnul Khotimah, usaha terbaik apa yang sudah saya siapkan dan kerjakan agar Allah Ridho dan mewafatkan saya dalam keadaan Khusnul Khotimah.... lanjut lagi ngetik ( disetorin dulu ya min...) :D
Aliran Rasa tentang Observasi gaya Belajar Anak...
Dengan adanya waktu yang difokuskan untuk mendengar, melihat Dan menyelami membuat saya kembali bersyukur Dan menikmati anugerah terindah permata hati. Anak-anak dengan kesempurnaan fisik dan fitrah belajarnya yang utuh seolah berdemo padaku "Hai Umi! Lihatlah, perhatikanlah aku, temanilah aku bermain, bimbinglah dan munculkanlah kecerdasanku dengan gayaku ini...
Tugas ini menyadarkan aku akan pentingnya Umi dan Abinya turut serta bermain bersama mereka, bukan menjadi bos mereka, dengan mudahnya berkata "hai kesini nak.. Belajar yuk belajar,, sini ngaji yuk ngaji.. " Karena mereka Ada pada dunianya, maka masuklah pada dunia mereka yaitu bermain.
Auditori, Visual Dan kinestetik hanya pengantar saja, saat moody belajarnya sudah muncul maka serta merta fitrah belajarnya beraksi.
Pada bidang matematika Ghaida Dan Syifa perlu gaya kinestetik, belajar Bahasa Dan menghafal al-Qur'an dibutuhkan gaya Auditori visual. Bidang sains sangat terbantukan dengan auditori, visual Dan kinestetik.
Setelah kita mengetahui gaya belajarnya, selanjutnya adalah menumbuhkan gairah belajar mereka lalu menfasilitasinya. Hayulah... Pancing rasa ingin tahu mereka (intellectual curiousity), bebaskan mereka melakukan seni penelitian dan penemuan sederhana (art of discovery and invention), dukung mereka saat menemukan imajinasi kreatif (creative imagination).
Pada akhirnya fitrah suci belajar mereka akan berbuah sikap mulia berupa akhlak pembelajar (noble attitude).
PR bertambah : Bersabar membersamai anak lanang.
Copyright 2010
Himmah Fikriyani
Web Design
:Ray Creations. Provided by
Free Blogger Web2.0 Templates and
Free Blog Templates.